BREAKING NEWS

AHLUL BAIT NABI SAW: KESAKSIAN-KESAKSIAN AHLUS SUNNAH, SMS +6281809556588

Sabtu, 06 Mei 2017

Keraguan Terhadap Hadis Tsaqalain


Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)

KERAGU-RAGUAN TERHADAP HADIS TSAQALAIN

Di dalam kitabnya yang berjudul al-'llal al-Mutanahiyah fi al-Ahadits al-Wahiyah Ibnu al-Jauzi mencela hadits ats-tsaqalain. Dia mengatakan, setelah sebelumnya mengutip hadis ini, "Hadis ini tidak sahih. Adapun 'Athiyyah telah didhaifkan oleh Ahmad, Yahya dan selain dari mereka berdua. Adapun tentang Abdullah al-Quddus, Yahya telah mengatakan bahwa dia itu bukan apa-apa dan dia itu seorang rafidhi yang jahat. Sedang mengenai Abdullah bin Dahir, Ahmad dan Yahya telah mengatakan bahwa dia itu bukan apa-apa dan bukan termasuk manusia yang terdapat kebaikan dalam dirinya."


Menolak Keragu-Raguan.

1. Sanad hadis tsaqalain tidah hanya terbatas pada sanad ini saja. Hadis tsaqalain telah diriwayatkan melalui berbagai jalan, sebagaimana yang telah dijelaskan.

2. Muslim telah meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui banyak jalan. Dan, tidak diragukan bahwa riwayat Muslim, meski pun hanya melalui satu jalan sudah cukup untuk membuktikan kesahihannya, dan ini merupakan sesuatu yang tidak diperselisihkan di kalangan Ahlus Sunnah.

3. Demikian juga Turmudzi telah meriwayatkannya di dalam sahihnya melalui banyak jalan: Dari Jabir, dari Zaid bin Arqam, dari Abu Dzar, dari Abu Sa'id dan dari Khudzaifah.

4. Perkataan Ibnu al-Jauzi sendiri di dalam kitabnya al-Mawdhu'at, jilid 1, halaman 99 yang berbunyi,
"Manakala Anda melihat sebuah hadis yang tidak terdapat di dalam diwan-diwan Islam (al-Muwaththa, Musnad Ahmad, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Turmudzi dan sebagainya) maka periksalah. Jika hadis ini mempunyai bandingan di dalam kitab-kitab sahih dan hasan maka tetapkanlah urusannya." Dengan demikian berarti dia telah menentang dirinya sendiri, karena hadis ini telah diriwayatkan di dalam kitab-kitab hadis yang dinamakannya sebagai diwan-diwan Islam.

5. Sesungguhnya perkataan Ibnu al-Jauzi yang berkenaan dengan 'Athiyyah itu tertolak disebabkan penguatan yang diberikan oleh Ibnu Sa'ad terhadapnya. Ibnu Hajar al-'Asqalani telah berkata, "Ibnu Sa'ad telah berkata, "Athiyyah pergi bersama Ibnu al- Asy'ats, lalu Hajjaj menulis surat kepada Muhammad bin Qasim untuk memerintahkan 'Athiyyah agar mencaci maki Ali, dan jika dia tidak melakukannya maka cambuklah dia sebanyak empat ratus kali dan cukurlah janggutnya. Muhammad bin Qasim pun memanggilnya, namun 'Athiyyah tidak mau mencaci maki Ali, maka dijatuhkanlah ketetapan Hajaj kepadanya. Kemudian 'Athiyyah pergi ke Khurasan, dan dia terus tinggal di sana hingga Umar bin Hubairah memerintah Irak. 'Athiyyah tetap terus tinggal di Khurasan hingga meninggal pada tahun seratus sepuluh hijrah. Insya Allah, dia se- orang yang dapat dipercaya, dan dia mempunyai hadis-hadis yang layak.”[46] Padahal diketahui bahwa Ibnu Sa'ad adalah termasuk seorang nawasib yang memusuhi Ahlul Bait. Tingkat permusuhannya ter-hadap Ahlul Bait sampai sedemikian rupa sehingga Imam Ja'far ash-Shadiq as mendhaifkannya. Maka penguatan yang diberikannya kepada 'Athiyyah cukup menjadi hujjah atas musuh.

6. Sesungguhnya 'Athiyyah termasuk orangnya Ahmad bin Hanbal, dan Ahmad bin Hanbal tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang dapat dipercaya (ats-tsiqah), sebagaimana yang sudah diketahui. Ahmad telah meriwayatkan banyak riwayat darinya, sehingga penisbahan pendhaifan 'Athiyyah kepada Ahmad adalah sebuah kebohongan yang nyata. Taqi as-Sabaki telah mengatakan, "Ahmad —semoga Allah merahmatinya— tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang dapat dipercaya (ats-tsiqah). Musuh (maksudnya Ibnu Taimiyyah) telah berterus terang tentang hal itu di dalam kitab yang dikarangnya untuk menjawab al-Bakri, setelah sepuluh kitab lainnya. Ibnu Taimiyyah berkata, 'Sesungguhnya para ulama hadis yang mempercayai ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil ada dua kelompok. Sebagian dari mereka tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang dapat dipercaya dalam pandangan mereka, seperti Malik, Ahmad bin Hanbal dan lainnya.'"[47]

7. Penguatan yang diberilan oleh cucu Ibnu Jauzi kepada 'Athiyyah. Cucu Ibnu Jauzi dengan tegas memberikan penguatan terhadap 'Athiyyah dan menolak pendhaifannya.

8. Adapun usaha Ibnu Jauzi menisbahkan pendhaifan 'Athiyyah kepada Yahya bin Mu'in itu tertolak, didasarkan kepada penukilan a-Dawri dari Ibnu Mu'in yang mengatakan bahwa 'Athiyyah ada- lah seorang yang saleh. Al-Hafidz Ibnu Hajar telah berkata tentang biografi 'Athiyyah, "Ad-Dawri telah berkata dari Ibnu Mu'in bahwa 'Athiyyah adalah seorang yang saleh."[48] Dengan begitu, gugurlah apa yang telah dinisbahan Ibnu Jauzi kepada Yahya Mu'in.

Sesuatu yang menunjukkan kebodohan Ibnu Jauzi akan hadis tsaqalain ialah dia mengira bahwa dengan semata-mata mendhaifkan 'Athiyyah berarti dia telah mendhaifkan hadis tsaqalain, padahal sudah diketahui dengan jelas bahwa penguatan atau pendhaifan 'Athiyyah sama sekali tidak mencemarkan hadis tsaqalain. Karena hadis yang telah diriwayatkan oleh 'Athiyyah dari Abi Sa'id juga telah diriwayatkan dari Abi Sa'id oleh Abu Thufail, yang termasuk ke dalam kategori sahabat. Dan jika kita melangkah lebih jauh lagi dari itu niscaya kita akan menemukan bahwa kesahihan hadis tsaqalain tidak bergantung kepada riwayat Abi Sa'id, baik yang melalui jalan 'Athiyyah maupun yang melalui jalan Abu Thufail. Jika seandainya kita menerima ke-dhaifan riwayat Abi Sa'id dengan semua jalannya, maka yang demikian itu tidak membahayakan sedikit pun terhadap hadis ini, disebabkan banyaknya riwayat dan jalan lain yang dimilikinya.


Jawaban Kepada Ibnu Jauzi Atas Pendhaifannya Terhadap Ibnu Abdul Quddus

1. Adapun celaannya terhadap Abdullah bin Abdul Quddus tertolak dengan penguatan yang diberikan oleh al-Hafidz Muhammad bin Isa terhadap Abdullah bin Abdul Quddus. Al-Hafidz Muhammad bin Isa berkata tentang biografi Abdullah bin Abdul Quddus, "Ibnu 'Uday telah menceritakan dari Muhammad bin Isa yang mengatakan, 'Dia (Abdullah bin Abdul Quddus) itu dapat dipercaya."'[49]

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata, "Telah diceritakan bahwa Muhammad bin Isa telah berkata, 'Dia itu dapat dipercaya.'"[50]

Adapun tentang Muhammad bin Isa, al-Hafidz adz-Dzahabi telah berkata, "Abu Hatim telah berkata, 'Dia seorang yang dapat dipecaya. Saya belum pernah melihat dari kalangan muhaddis yang lebih menguasai bab-bab hadis melebihi dia.' Abu Dawud telah berkata, 'Dia seorang yang dapat dipercaya.'"

2. Muhammad bin Hayan memasukkan Abdullah bin Abdul Quddus ke dalam kelompok orang yang dapat dipercaya. Ibnu Hajar telah berkata tentang biografi Abdullah bin Abdul Quddus, "Ibnu Hayan telah memasukkannya ke dalam kelompok orang yang dapat di- percaya."[51]

3. Al-Haitsami telah menukil di dalam kitabnya Majma' az-Zawa'id, "Bukhari dan Ibnu Hayan telah menguatkannya."

4. Al-Hafidz al-'Asqalani telah berkata tentang biografinya, "Dia, pada dasarnya adalah seorang yang amat jujur, hanya saja dia me- riwayatkan dari kaum-kaum yang dhaif."[52]

Kritikan Bukhari terhadap Ibnu Abdul Quddus, setelah sebelumnya dia menguatkannya, bahwa dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah tidaklah tertuju kepada hadis ini. Karena Ibnu Abdul Quddus meriwayatkan hadis tsaqalain —yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi— dari al-A'masy, dan dia adalah seorang yang dapat dipercaya.

5. Abdulah bin Abdul Quddus adalah termasuk orangnya Bukhari di dalam kitab sahihnya, di dalam bab at-Ta'liqat. Sebagaimana juga disebutkan di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, jilid 5, halaman 303; dan juga kitab Tagrib at-Tahdzib, jilid 1, halaman 430. Kelulusan yang diberikan oleh Bukhari kepadanya, meskipun itu terdapat di dalam bab at-Ta'liqat merupakan bukti penguatan Bukhari terhadapnya.

Ibnu Hajar al-'Asqalani, di dalam memberikan jawaban terhadap tuduhan yang dilontarkan kepada orang-orang Bukhari berkata di dalam mukaddimah Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, "Sebelum menyelami masalah ini, hendaknya setiap orang yang sadar mengetahui bahwa kelulusan yang diberikan oleh pemilik kitab sahih ini —yaitu Bukhari— kepada perawi mana saja, menuntut keadilan perawi tersebut dalam pandangan Bukhari, kebenaran rekamannya dan ketidaklalaiannya. Apalagi mayoritas para imam menamakan kedua kitab ini sebagai dua kitab sahih. Makna ini tidak berlaku bagi orang yang tidak diluluskan di dalam kedua kitab sahih ini."

6. Abdullah bin Abdul Quddus termasuk orangnya Turmudzi.

7. Pencemaran terhadap Abdullah bin Abdul Quddus juga tidak membahayakan hadis ini. Bahkan sekali pun dengan riwayat al-A'masy dari 'Athiyyah, dari Abi Sa'id, disebabkan tidak hanya Abdullah bin Abdul Quddus sendiri yang meriwayatkan hadis ini dari al- A'masy. Hadis ini juga telah diriwayatkan dari al-A'masy oleh Muhammad bin Thalhah bin al-Musharrih al-Yami dan Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan adh-Dhibbi di dalam Musnad Ahmad dan Turmudzi, sebagaimana yang telah dijelaskan kepada Anda. Dan ini merapakan bukti kebenaran riwayat ini. Sebagaimana juga al- A'masy tidak hanya meriwayatkan hadis ini dari 'Athiyyah, dia juga meriwayatkan hadis ini dari Abdul Malik bin Abi Sulaiman Masiri al-Ghazrami dan Abi Israil Ismail bin Khalifah al-'Abasi, sebagaimana disebutkan di dalam Musnad Ahmad, dan juga dari Harun bin Sa'ad al-'Ajali dan Katsir bin Ismail at-Timi, sebagaimana terdapat di dalam Mu'jam ath-Thabrani.


Adapun Pendhaifan Ibnu Jauzi Terhadap Abdullah bin Dahir:

1. Ini bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena tuduhan samar tidak dapat diterima dari siapa pun.

2. Tidak ada sebab yang rasional untuk menuduhnya di dalam riwayat ini, selain karena periwayatannya tentang keutamaan-keutamaan Amirul Mukminin. Sebagaimana dikatakan oleh adz-Dzahabi, "Ibnu 'Adi berkata, 'Kebanyakan riwayat yang diriwayatkannya berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Ali, dan dia menjadi tertuduh karena hal itu.'"[53] Sungguh, pendhaifannya karena sebab ini tidak dapat diterima.

3. Dan yang lebih mengherankan dari Ibnu al-Jauzi ialah dia berusaha sedemikian rupa untuk mendhaifkan hadis ini dengan cara memasukkan Abdullah bin Dahir ke dalam sanad hadis ini, padahal dengan jelas diketahui bahwa Abdullah bin Dahir sama sekali tidak termasuk ke dalam sanad hadis ini. Silahkan rujuk kepada riwayat- riwayat yang telah disebutkan dan juga riwayat-riwayat yang belum kami sebutkan, apakah Anda mendapati Abdullah bin Dahir di dalam sanad hadis ini?! Dan saya tidak memahami hal ini selain dari permusuhan kepada Ahlul Bait dan usaha-usaha untuk menghapus hak-hak mereka. Akan tetapi Allah enggan akan hal itu kecuali Dia menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang yang kafir tidak suka.

4. Cucu Ibnu al-Jauzi, setelah menyebutkan hadis tsaqalain dari Musnad Ahmad bin Hambal dia mengatakan, "Jika dikatakan, 'Kakek Anda telah mengatakan di dalam kitab al-Wahiyah, '.... (lalu dia menyebutkan perkataan Ibnu al-Jauzi di dalam mendhaifkan hadis ini, sebagaimana yang telah disebutkan)', maka saya katakan, 'Hadis yang kami riwayatkan telah disahkan oleh Ahmad di dalam al-Fadhail, dan tidak ada seorang pun di dalam sanadnya yang didhaifkan oleh kakek saya. Abu Dawud juga telah mensahkannya di dalam sunannya, dan begitu juga Turmudzi dan mayoritas kalangan muhaddis. Razin juga telah menyebutkannya di dalam kitab al-Jam' Baina ash-Shabah. Sungguh mengherankan bagaimana mungkin hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam sahihnya dari Zaid bin Arqam dapat tersembunyi dari kakek saya.'"[54] Apa yang dikatakan oleh cucu Ibnu al-Jauzi tidak lain merupakan pembenaran bagi Ibnu al-Jauzi. Karena jika tidak maka tentu Ibnu al-Jauzi tidak lalai akan hadis yang dapat disaksikan di dalam referensi-referensi kaum Muslimin ini, dengan banyaknya ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya, namun dia ingin menipu dan membuat makar maka Allah pun membuat makar terhadapnya dan menggagalkan urusannya.


Kritikan Ibnu Taimiyyah

Adapun kritikan Ibnu Taimiyyah terhadap hadis tsaqalain di dalam kitabnya Minhaj as-Sunnah lebih lemah untuk kita diskusikan, namun dengan maksud untuk memaparkannya kita akan tetap menyebutkan pemikiran yang kosong ini, yang tidak mengekspresikan apa-apa kecuali kesalah-pahaman. Ketika Ibnu Taimiyyah tidak mampu mendhaifkan hadis tsaqalain dari sisi sanad, sebagaimana kebiasaannya di dalam mendhaifkan setiap hadis yang berbicara tentang keutaman Ahlul Bait, dia menggunakan cara lain yang tidak kita temukan pada yang lain selain dia. Dia mengatakan, hadis ini tidak menunjukkan kepada wajibnya berpegang teguh kepada Ahlul Bait melainkan hanya menunjukan kepada wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur'an saja.

Manusia berakal mana yang menarik kesimpulan dan pemahaman yang seperti ini dari nas yang sedemikian jelas ini?! Zahir hadis memastikan dan menekankan wajibnya berpegang teguh kepada keduanya, yaitu al-Kitab dan al-'Itrah. Karena jika tidak maka apa artinya tsaqalain (dua benda yang sangat berharga)? (Aku tinggalkan padamu dua benda yang sangat berharga). Apa artinya sabda Rasulullah saw yang berbunyi, "Jika kamu berpegang teguh kepada keduanya"?! Akan tetapi kefanatikan telah membutakan hati, dan Ibnu Taimiyyah pun berargumentasi atas hal itu dengan sebuah hadis yang terdapat di dalam sahih Muslim yang berasal dari Jabir, dan kemudian dia melemparkan seluruh hadis yang lain ke dinding atau berpura-pura lalai darinya, meski pun hadis-hadis tersebut banyak riwayatnya dan banyak jalannya. Yaitu sebuah hadis yang dengan jelas tampak cacat bagi orang yang teliti apabila dibandingkan dengan hadis-hadis lain yang ada di dalam bab ini. Hadis yang dijadikan argumentasi oleh Ibnu Taimiyyah ialah, "Aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sesudahnya, yaitu Kitab Allah."

Hadis ini jelas-jelas cacat dan menyimpang. Karena hadis Jabir sendiri terdapat di dalam riwayat Turmudzi, dimana di dalamnya terdapat perintah yang jelas akan wajibnya berpegang teguh kepada Ahlul Bait. Adapun bunyi nas hadis yang terdapat di dalam riwayat Turmudzi ialah, "Wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan 'ltrah Ahlul Baitku."

Kritikan Ibnu Taimiyyah itu sendiri juga mengenai dirinya. Karena dia mengatakan wajibnya berpegang teguh kepada al-Kitab dan sunah. Tentunya perintah yang datang dari Rasulullah saw itu satu, apakah kewajiban berpegang teguh kepada al-Kitab saja atau kewajiban berpegang teguh kepada al-Kitab dan sunah. Ketika Ibnu Taimiyyah memilih kewajiban berpegang teguh kepada al-Qur'an saja, maka tentunya kewajiban berpegang teguh kepada sunah menjadi gugur. Ini jelas bertentangan dengan pendapat Ibnu Taimiyyah sendiri, sebagaimana tampakjelas dari mazhabnya—yaitu Ahlus Sunnah, sebagaimanajuga dia menamakan kitab tempat dia menyebutkan hadis ini dengan nama Minhaj as-Sunnah, dan tidak dengan nama Minhaj al-Qur'an.

Jika menurut keyakinannya bahwa hadis yang disebutkannya ini tidak membatalkan hadis berpegang teguh kepada al-kitab dan sunah maka tentunya hadis ini pun tidak membatalkan hadis yang mengatakan wajibnya berpegang teguh kepada al-kitab dan 'ltrah Ahlul Bait.

Ibnu Taimiyyah tidak berhenti sampai disini, dia mengatakan tentang hadis "... dan 'ltrah Ahlul Baitku. Karena sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menemuiku di telaga", "Sesungguhnya hadis ini diriwayatkan oleh Turmudzi. Dan, Ahmad telah ditanya tentang hadis ini, serta tidak hanya seorang dari ahli ilmu yang mendhaifkan hadis ini. Mereka mengatakan bahwa hadis ini tidak sahih."

Adapun jawaban terhadap Ibnu Taimiyyah, Anda dapat merasakan dari perkataan Ibnu Taimiyyah bahwa nas hadis ini tidak diriwayatkan kecuali oleh Turmudzi, padahal sebagaimana sudah Anda ketahui bahwa hadis ini telah diriwayatkan tidak hanya oleh seorang dari kalangan ulama Ahlus Sunnah dan para hafidz mereka.

Lantas, apa yang dia maksud dengan mengatakan hadis ini diriwayatkan oleh Turmudzi?!

Apakah dia ingin mengatakan riwayat Turmudzi menunjukkan kedhaifan hadis ini?!

Siapa yang telah bertanya kepada Ahmad?! Dan apa jawaban Ahmadkepadanya?!

Di mana perkataan ini dapat ditemukan?!

Bukankah Ahmad sendiri telah meriwayatkan dan menguatkan hadis ini?!

Dan siapa yang mendhaifkan hadis ini, sehingga Ibnu Taimiyyah mengatakan tidak hanya seorang?! Kenapa dia tidak menyebutkan nama-nama mereka?!

Dan banyak lagi pertanyaan lainnya yang dapat ditujukan kepada Ibnu Taimiyyah. Jika dia dapat memberikan jawaban yang kuat tentu kita akan menerima kritikannya terhadap hadis ini. Namun, kita tidak mungkin menerima pembicaraannya yang rancu dan samar.

Namun, inilah kebiasaan Ibnu Taimiyyah, dia bersedia menyesatkan umat dan menutupi kebenaran.

Inilah keragu-raguan yang paling tampak di dalam bab ini, dan menurut pengkajian saya, saya tidak melihat adanya orang yang mencela hadis tsaqalain, yang telah tertetapkan secara mutawatir dan telah diakui kesahihannya oleh para ulama umat, dari kalangan huffadz dan muhaddis. Tidak ada yang berani mencela hadis tsaqalain ini kecuali orang yang mempunyai hati yang jahat yang dipenuhi dengan ke-bencian kepada Ahlul Bait.

Setelah terbukti dengan jelas kesahihan hadis ini bagi kita, maka kita wajib menyingkap penunjukkan maknanya, untuk kemudian berpegang teguh kepadanya.

(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Sabtu, 06 Mei 2017

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Keraguan Terhadap Hadis Tsaqalain. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2017/05/keraguan-terhadap-hadis-tsaqalain.html

Posting Komentar

Commet Facebook Umum ABNS

 
Copyright © 2014 AHLUL BAIT NABI SAW Powered By AHLUL BAIT NABI SAW.