Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)
Adapun kenyataan sejarah juga mendustakan hadis ini. Sejarah menyebutkan bahwa sunah yang suci belum ditulis pada masa Rasulullah saw, dan bahkan di sana terdapat hadis-hadis yang berasal dari saluran Ahlus Sunnah yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw melarang penulisan hadis. Seperti perkataan Rasulullah saw,
"Janganlah kamu menulis sesuatu dariku. Barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur'an maka hendaknya dia menghapusnya." Sebagaimana yang terdapat di dalam Sunan ad-Darimi[17] dan Musnad Ahmad.
Di dalam sebuah riwayat disebutkan, "Mereka meminta izin kepada Rasulullah saw untuk menulis hadis beliau, namun Rasulullah saw tidak mengizinkan mereka." Dan riwayat-riwayat lainnya secara jelas melarang penulisan hadis yang berasal dari Rasulullah saw. Semua itu tidak lain merupakan upaya perancang untuk mencegah tersebarnya hadis Rasulullah saw, supaya kebenaran tidak kelihatan. Mereka tidak berhenti sampai di sini, Umar telah berijtihad secara gamblang untuk menghapus hadis. Urwah bin Zubair telah meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ingin menulis sunah, lalu dia bermusyawarah tentang hal itu dengan para sahabat. Para sahabat memberi isyarat supaya dia menuliskannya. Maka mulailah Umar beristkharah kepada Allah tentang hal itu selama sebulan. Kemudian, pada suatu hari Allah menetapkan hatinya, lalu dia berkata,
"Tadinya saya bermaksud ingin menulis sunah, namun kemudian saya ingat satu kaum sebelum kamu yang menulis kitab-kitab dan menekuni pekerjaan itu lalu mereka meninggalkan Kitab Allah. Demi Allah, saya tidak akan mengenakan sesuatu apapun kepada Kitab Allah untuk selama-lamanya."[18]
Dari Yahya bin Ju'dah disebutkan bahwa Umar bin Khattab hendak menuliskan sunah, kemudian tampak baginya untuk tidak menuliskannya, maka dia pun mengumumkan di kota-kota, barangsiapa yang mempunyai sesuatu (hadis) di sisinya maka hendaknya dia menghapusnya.[19]
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa setiap kali Khalifah Umar bin Khattab mengirim seorang hakim atau gubernur ke sebuah negeri dia memberikan pesan, dan salah satu dari pesannya ialah, "Ringkaskan Al-Qur'an, sedikitkan riwayat dari Muhammad, maka aku menyertaimu”.[20]
Sejarah telah mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah berkata kepada Abu Dzar, Abdullah bin Mas'ud dan Abu Darda, "Hadis apa ini yang engkau sebarkan dari Muhammad?!"[21]
Juga disebutkan bahwa Umar bin Khattab mengumpulkan hadis dari seseorang, mereka mengira Umar bin Khattab hendak memeriksa dan meluruskannya sehingga tidak ada perselisihan di dalamnya, maka merekapun membawa tulisan-tulisan hadis mereka, lalu Umar mem-bakarnya seraya berkata, "Kebohongan sebagaimana kebohongan Ahlul Kitab." Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Khatib dari al-Qasim di dalam kitab Tagyid al-'Ilm.
Adapun alasan yang disebutkan oleh Umar bin Khattab untuk menyita sunah adalah alasan yang tidak dapat diterima oleh seorang yang bodoh sekali pun, apalagi oleh seorang yang berilmu. Karena hal itu bertentangan dengan Al-Qur'an, ruh agama, dan akal. Bagaimana dia dapat mengatakan "Ringkaskan Al-Qur'an dan sedikitkan riwayat", padahal Al-Qur'an sendiri mengatakan bahwa kehujjahannya berdiri dengan sunah. Karena sunah adalah penjelas, pen-takhsis, pen-taqyid dan lain sebagainya. Allah SWT telah berfirman, "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan."
Bagaimana Rasulullah saw menerangkan Al-Qur'an?! Bukankah dengan sunah?! Allah SWT telah berfirman, "Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. "
Apa manfaat wahyu jika kita diperintahkan untuk menyembunyikan dan membakarnya. Adapun sunah yang mereka gunakan sebagai hujjah akan wajibnya mengikuti sunah, telah mengalami serangkaian silsilah persekongkolan. Persekongkolan ini dimulai sejak jaman Abu Bakar di mana dia membakar lima ratus hadis yang ditulis pada masa Rasulullah saw di jaman kekhilafahannya.[22] Aisyah berkata, "Ayah saya mengumpulkan lima ratus hadis Rasulullah saw, lalu dia tidur dengan keadaan berguling-guling (tidak tenang). Pada saat bangun pagi dia berkata, 'Wahai anak perempuanku, kemarikan hadis-hadis yang ada padamu.' Maka saya pun membawakannya, dan lalu dia membakarnya. Kemudian Ayah saya berkata, 'Saya takut saya mati sementara hadis-hadis ini masih berada di sisimu.'"[23]
Umar bin Khattab telah memerintahkan kepada seluruh penjuru negeri pada masa kekhilafahannya, bahwa barang siapa telah menulis sebuah hadis maka dia harus menghapusnya.[24]
Utsman pun melakukan hal yang sama. Karena dia telah memberi tanda tangan untuk meneruskan jalan yang telah ditempuh oleh Syeikhain, yaitu Abu Bakar dan Umar. Usman berkata di atas mimbar, "Tidak boleh seorang pun meriwayatkan sebuah hadis yang belum pernah didengar pada masa Abu Bakar dan Umar."[25]
Kemudian sepeninggalnya jalan tersebut diteruskan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, "Wahai manusia, sedikitkan riwayat dari Rasulullah saw, dan jika kamu menyampaikan hadis maka sampaikanlah hadis sebagaimana yang telah disampaikan pada masa Umar."[26]
Dengan begitu, perbuatan menghentikan penulisan hadis menjadi sebuah sunah yang diikuti, dan perbuatan menulis hadis dihitung sebagai sebuah kemunkaran.
Propaganda yang menyesatkan yang dilakukan oleh para penguasa dalam masalah penulisan hadis ini tidak lain bertujuan untuk menutupi keutamaan-keutamaan Ahlul Bait. Mungkin alasan ini tidak bisa diterima oleh banyak orang, namun inilah kenyataan yang ditemukan oleh para peneliti sejarah. Lalu setelah itu, sunah yang mana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk diikuti?!
Apakah sunah yang telah dihapus oleh Umar atau sunah yang telah dibakar oleh Abu Bakar?!
Lalu apa yang harus diperbuat oleh orang yang hendak berpegang kepada sunah sepeninggal Rasulullah saw?!
Sebagai contoh, seseorang hidup bersama para sahabat. Lalu untuk mengetahui sebuah sunnah Rasulullah saw, apakah dia harus mencari semua sahabat yang tersebar di berbagai negeri, yang mana sebagian dari mereka ada yang menjadi gubernur dan komandan?!
Apakah dia harus menemui mereka semua untuk menanyakan sebuah hukum yang ingin dia ketahui, atau apakah cukup dengan hanya merujuk kepada para sahabat yang ada, namun yang demikian tentunya tidak mencukupi, karena terdapat kemungkinan adanya pembatal (nasikh), pengkhusus (mukhashshish) dan pembatas (muqayyid) sunnah tersebut, dengan hadirnya seorang atau dua orang sahabat yang tidak ada di kota yang bersangkutan? Dan kehujjahan sunah —sebagaimana kata Ibnu Hazm— tidak dapat tegak berdiri kecuali dengan mereka.
Jika yang demikian ini sulit bagi orang yang bertemu dengan para sahabat, padahal jumlah mereka sedikit, maka apa lagi setelah kekuasan Islam bertambah luas dan telah banyak negeri yang ditaklukkan, sementara semakin banyak pertanyaan yang muncul tentang berbagai kejadian.
Dengan apa mereka bisa menjawab?!
Begitulah banyak hadis dan hukum yang hilang, dan ini memang merupakan tujuan dari persekongkolan yang mereka lakukan. Umar bin Khattab dengan lantang mengatakkan hal itu pada masa Rasulullah saw, ketika Rasulullah saw bersabda pada saat hendak meninggal dunia,
"Ambilkan aku tulang pundak dan tinta, supaya aku tuliskan sebuah tulisan yang kamu tidak akan sesat selama-lamanya sesudahnya." Lalu Umar berkata, "Sesungguhnya dia sedang mengigau, cukup bagi kita Kitab Allah saja."[27]
Tujuan yang melatarbelakangi pelarangan mendatangkan tulang pundak dan tinta bagi Rasulullah saw yang hendak menuliskan sebuah tulisan yang akan mencegah mereka dari kesesatan adalah tujuan yang sama dengan yang melatarbelakangi pelarangan pengumpulan dan penulisan hadis.
Bagaimana bisa mereka meriwayatkan hadis "Berpegang teguhlah kepada sunahku" sementara para sahabat dan khalifah tidak berpegang kepadanya, dan bahkan dengan lantang mereka mengatakan sesuatu yang lain dari itu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh adz-Dzahabi di dalam kitab Tadzkirah al-Huffadz. Adz-Dzahabi berkata, "Sesungguhnya Abu Bakar Shiddiq mengumpulkan manusia sepeninggal wafatnya Nabi mereka. Lalu Abu Bakar berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya kamu menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw namun kamu berselisih tentangnya, dan orang-orang sepeninggalmu akan lebih keras perselisihannya, maka oleh karena itu janganlah kamu menyampaikan satu hadis pun dari Rasulullah saw. Dan jika ada orang bertanya kepadamu maka katakanlah, di antara kita terdapat Kitab Allah, maka halalkan lah apa yang dihalalkannya dan haramkan lah apa yang diharamkannya."[28]
"Sesungguhnya yang normal ialah tidak ditetapkannya sesuatu yang belum tersusun dan terbukukan sebagai sumber penetapan hukum bagi umat, kecuali jika terdapat penanggung jawab yang menjadi rujukan tentangnya."[29]
Umat Islam sepakat bahwa sunah Nabi belum dibukukan pada masa Rasulullah saw dan pada masa para khalifah, dan sunah tidak dibukukan kecuali setelah satu abad setengah dari wafatnya Raslullah saw. Lantas dengan alasan apa mereka mengatakan, "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku ..."
(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar