Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)
Adapun mengenai kitab-kitab hadis yang meriwayatkan hadis ini jumlahnya banyak sekali. Kami akan menyebutkan sebagian darinya:
1. Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma'arif Beirut - Lebanon.
Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, "Telah berkata kepada kami Muhammad bin Bakkar bin at-Tarian, "Telah berkata kepada kami Hisan (yaitu Ibnu Ibrahim), dari Sa'id (yaitu Ibnu Masruq), dari Yazid bin Hayan yang berkata, 'Kami masuk kepada Zaid bin Arqam dan berkata, 'Anda telah melihat kebajikan. Anda telah bersahabat dengan Rasulullah saw dan telah salat di belakangnya. Anda telah menjumpai banyak kebaikan, ya Zaid (bin Arqam). Katakanlah kepada kami, ya Zaid (bin Arqam), apa yang Anda telah dengar dari Rasulullah saw.' Zaid (bin Arqam) berkata, 'Wahai anak saudaraku, demi Allah, telah lanjut usiaku, telah berlalu masaku dan aku telah lupa sebagian yang pernah aku ingat ketika bersama Rasulullah. Oleh karena itu, apa yang aku katakan kepadamu terimalah, dan apa yang aku tidak katakan kepadamu janganlah kamu membebaniku dengannya.' Kemudian Zaid bin Arqam berkata,
'Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri di tengah-tengah kami menyampaikan khutbah di telaga yang bernama "Khum", yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada-Nya serta memberi nasihat dan peringatan Rasulullah saw berkata,
'Adapun selanjutnya, wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.' Kemudian Rasulullah saw melanjutkan sabdanya, 'Adapun yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku.' Kemudian kami bertanya kepadanya (Zaid bin Arqam), 'Siapakah Ahlul Baitnya, apakah istri-istrinya?' Zaid bin Arqam menjawab, 'Demi Allah, seorang wanita akan bersama suaminya untuk suatu masa tertentu. Kemudian jika suaminya menceraikannya maka dia akan kembali kepada ayah dan kaumnya. Adapun Ahlul Bait Rasulullah adalah keturunan Rasulullah saw yang mereka diharamkan menerima sedekah sepenggal beliau. " Muslim juga meriwayatkan:
Dari Zuhair bin Harb dan Syuja' bin Mukhallad, semuanya dari Ibnu 'Uliyyah. Zuhair berkata, "Telah berkata kepada kami Ismail bin Ibrahim, 'Telah berkata kepada kami Abu Hayan, 'Telah berkata kepada kami Yazid bin Hayan yang berkata, 'Saya pergi...' dan kemudian dia menyebutkan hadis di atas."
Muslim meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata, "Telah berkata kepada kami Muhammad bin Fudhail, 'Telah berkata kepada kami Ishaq bin Ibrahim, 'Telah memberitahukan kepada kami Jarir', keduanya dari Abi Hayyan .... kemudian dia menyebutkan hadis."
Seluruh riwayat Muslim kembali kepada Abi Hayyan bin Sa'id at-Tamimi. Adz-Dzahabi telah berkomentar tentangnya,
"Yahya bin Sa'id bin Hayyaan Abu Hayyan at-Tamimi adalah seorang pejuang yang diagungkan dan dipercaya. Ahmad bin Abdullah al-'Ajali berkata tentangnya, 'Dia seorang yang dapat dipercaya, saleh dan unggul sebagai pemilik sunah."[42]
Adz-Dzahabi juga berkata di dalam kitab al- 'lbar, jilid 1, halaman 205, "Di dalamnya terdapat Yahya bin Sa'id at-Tamimi, Mawla Tim ar-Rabbab al-Kufi. Dia itu seorang yang dapat dipercaya dan Imam pemilik sunah. Asy-Sya'bi dan yang lainnya meriwayatkan darinya.
Yafi'i berkata, "Di dalamnya terdapat Yahya bin Sa'id at-Tamimi al-Kufi. Dia itu seorang yang dapat dipercaya dan Imam pemilik sunah."[43]
Al-'Asqalani berkata, "Abu Hayyan at-Tamimi al-Kufi adalah seorang yang dapat dipercaya, salah seorang ahli ibadah yang enam, dan wafat pada tahun 45 Hijrah."[44]
Dan komentar-komentar para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil lainnya tentang Abu Hayyan at-Tamimi.
Sebagaimana diketahui dengan jelas bahwa hadis ini diriwayatkan di dalam Sahih Muslim, dan ini menunjukkan akan kesasihannya, dikarenakan kaum Muslimin sepakat untuk mensahihkan selurah hadis yang diriwayatkannya.
Muslim sendiri dengan tegas telah mengatakan bahwa seluruh hadis yang terdapat di dalam Kitab Sahihnya telah disepakati kesahih-annya. Apalagi dalam pandangannya sudah tentu sahih. Hafidz as-Suyuthi telah berkata, "Muslim berkata, 'Tidak semua yang sahih saya letakkan di sini, melainkan saya hanya meletakkan yang telah disepakati kesahihannya.'" Sebagaimana tertulis di dalam kitab at-Tadrin ar-Rawi.
An-Nawawi berkata di dalam biografi Muslim, "Muslim telah menyusun banyak kitab di dalam ilmu hadis, dan salah satunya adalah kitab sahih ini, yang telah Allah SWT anugrahkan kepada kaum Muslimin."[45]
Dan komentar-komentar yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan seluruhnya.
2. Riwayat hadis pada al-Imam al-Hafidz Abi 'Abdillah al-Hakim an-Naisaburi, di dalam kitab mustadraknya atas Bukhari dan Muslim, jilid 3, halaman 22, kitab Ma'rifah as-Shahabah, terbitan Dar al-Ma'rifah Beirut – Lebanon.
- Abu 'Awanah meriwayatkan hadis ini dari al-A'masy Tsana Habib bin Abi Tsabit, dari Abi Laila, dari Zaid bin Arqam yang berkata, "Tatkala Rasulullah saw kembali dari haji wada' dan singgah di Ghadir Khum, Rasulullah saw menyuruh para sahabatnya bernaung di bawah pepohonan. Kemudian Rasulullah saw bersabda, 'Aku hampir dipanggil oleh Allah SWT, maka aku harus memenuhi panggilannya. Sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara yang amat berharga, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku. Maka perhatikanlah bagaimana sikapmu terhadap keduanya, karena sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga.' Kemudian Rasulullah melanjutkan sabdanya, 'Sesungguhnya Allah Azza Wajalla adalah pemimpinku, dan aku adalah pemimpin setiap orang Mukmin', lalu Rasulullah saw mengangkat tangan Ali seraya berkata, 'Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya."' Dengan demikian, Rasulullah saw menekankan bahwa yang pertama dari Ahlul Bait dan sekaligus pemimpin mereka yang wajib diikuti ialah Ali as.
Sebagaimana juga diriwayatkan dari dari Hassan bin Ibrahim al-Kirmani Tsana Muhammad bin Salma bin Kuhail, dari ayahnya, dari Abi Thufail, dari Ibnu Watsilah yang berkata bahwa dirinya mendengar Zaid bin Arqam berkata... (dan dia menyebutkan hadis sebagaimana yang di atas), hanya saja dia menambahkan, 'Kemudian Rasulullah saw bersabda, Tidakkah kamu tahu bahwa aku lebih berhak atas orang-orang Mukmin dibandingkan diri mereka sendiri' sebanyak tiga kali. Mereka menjawab, 'Ya.' Rasulullah saw bersabda lagi, 'Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya.'"
- Al-Hakim juga meriwayatkannya melalui dua jalan yang lain; dan supaya tidak terlalu panjang saya cukupkan dengan hanya mem-buktikan dua jalan.
Dan di antara bukti yang menunjukkan kesahihan dan kemutawatiran hadis ini ialah bahwa al-Hakim telah meriwayatkannya dan telah menetapkan kesahihannya berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.
3. Riwayat hadis pada Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, jilid 3, halaman 14, 17, 26 dan 59, terbitan Dar Shadir Beirut - Lebanon.
Telah berkata kepada kami Abdullah, 'Telah berkata kepada kami Abi Tsana Abu an-Nadzar Tsana Muhammad, yaitu Ibnu Abi Thalhah, dari al-A'masy, dari 'Athiyyah al-'Ufi, dari Abi Sa'id al-Khudri, dari Rasulullah saw yang berkata, "Aku merasa segera akan dipanggil (oleh Allah) dan aku akan memenuhi panggilan itu. Aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yaitu Kitab Allah Azza Wajalla dan 'itrahku (kerabatku). Kitab Allah, tali penghubung antara langit dan bumi; dan 'itrahku, Ahlul Baitku. Dan sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui telah berkata kepadaku bahwa keduanya tidak akan berpisah sehingga berjumpa kembali denganku di telaga. Oleh karena itu, perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya itu."
Imam Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan, "Telah berkata kepada kami Abdullah, 'Telah berkata kepada kami Tsana bin Namir Tsana Abdullah, yaitu Ibnu Abi Sulaiman, dari 'Athiyyah, dari Abi Sa'id al-Khudri yang berkata, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Aku telah tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang mana salah satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan 'itrah Ahlul Baitku, Ketahuilah, sesungguhnya keduanya tidak akan pernah ber-pisah sehingga datang menemuiku di telaga.'" Ahmad bin Hanbal telah meriwayatkannya dari berbagai jalan, selain jalan-jalan yang di atas.
4. Riwayat hadis dari Turmudzi, jilid 5, halaman 662 - 663, terbitan Dar Ihya at-Turats al-'Arabi.
Telah berkata kepada kami Ali bin Mundzir al-Kufi, "Telah berkata kepada kami Muhammad bin Fudhail, 'Telah berkata kepada kami al-A'masy, dari 'Athiyyah, dari Abi Sa'id dan al-A'masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqam yang berkata, 'Rasulullah saw telah bersabda, 'Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan 'itrah Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya."'
5. Sebagaimana juga 'Allamah 'Alauddin Ali al-Muttaqi bin Hisam ad-Din al-Hindi, yang wafat pada tahun 975 H, meriwayatkan hadis ini di dalam kitabnya Kanz al-'Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al- Af'al, juz pertama, bab kedua (bab berpegang teguh kepada Al- Qur'an dan sunah), halaman 172, terbitan Muassasah ar-Risalah Beirut, cetakan kelima, tahun 1985, yaitu hadis nomer 810, 871, 872 dan 873.
Jika kita berlama-lama di dalam bab ini, untuk menyebutkan seluruh kitab yang meriwayatkan hadis ini, niscaya akan memakan waktu yang lama dan dibutuhkan kitab tersendiri. Sebagai contoh, di sini kami hanya akan menyebutkan sekumpulan para hafidz dan ulama yang meriwayatkan hadis ini. Adapun untuk lebih rincinya lagi silahkan Anda merujuk ke dalam kitab Ihqaq al-Haq, karya Asadullah al-Tusturi, jilid 9, halaman 311. Sebagian dari mereka itu ialah:
1. Al-Hafidz ath-Thabrani, yang wafat tahun 340 H, di dalam kitabnya al-Mu 'jam ash-Shaghir.
2. 'Allamah Muhibbuddin ath-Thabari, di dalam kitabnya Dzakha'ir al-'Uqba.
3. 'Allamah asy-Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakar al-Himwani, di dalam kitabnya Fara'id as-Sirnthain.
4. Ibnu Sa'ad, di dalam kitabnya ath-Thabaqat al-Kubra.
5. Al-Hafidz as-Suyuthi, di dalam kitabnya Ihya al-Mayyit.
6. Al-Hafidz al-'Asqalani, di dalam kitabnya al-Mawahib al- Ladunniyyah.
7. Al-Hafidz Nuruddin al-Haitsami, di dalam kitabnya Majma' az-zawa'id.
8. 'Allamah an-Nabhani, di dalam kitabnya al-Anwar al- Muhammadiyyah.
9. Allamah ad-Darimi, di dalam sunannya.
10. Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali al-Baihaqi, di dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra.
11. 'Allamah al-Baghawi, di dalam kitabnya Mashabih as-Sunnah.
12. Al-Hafidz Abu al-Fida bin Katsir ad-Dimasyqi, di dalam kitabnya Tafsir al-Qur'an.
13. Kitab Jami' al-Atsir, karya Ibnu Atsir.
14. Muhaddis terkenal, Ahmad bin Hajar al-Haitsami al-Maliki, yang wafat pada tahun 914 Hijrah, di dalam kitabnya ash- Shawa'ig al-Muhriqah fi ar-Radd 'ala Ahlil Bida' wa az- Zanadiqah, cetakan kedua, tahun 1965, Perpustakaan Kairo.
Setelah meriwayatkan hadis tsaqalain Ibnu Hajar berkata, "Ketahuilah bahwa hadis tentang kewajiban berpegang teguh pada keduanya (Kitab Allah dan Ahlul Bait) diriwayatkan melalui berbagai jalan oleh lebih dari dua puluh orang sahabat. Jalan riwayat hadis itu telah disebutkan secara terperinci pada bab kesebelas (dari kitabnya yang bernama ash-Shawa'iq al-Muhriqah).
Di antaranya disebutkan bahwa hadis itu diucapkan Rasulullah saw di Arafah pada waktu haji wada'. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau mengucapkannya ketika sakit menjelang wafat, di hadapan para sahabat yang memenuhi kamar beliau. Riwayat lain lagi menyebutkan bahwa beliau mengucapkannya di Ghadir Khum. Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengucapkan ucapannya itu pada saat beliau pulang dari Thaif, ketika beliau berpidato di hadapan para sahabat. Tidak dapat dikatakan bahwa riwayat-riwayat itu saling bertentangan, sebab mungkin saja Rasulullah saw sengaja mengulang-ulang pesannya itu di berbagai tempat dan situasi untuk menunjukkan betapa besar perhatian beliau terhadap Al-Qur'an dan Ahlul Bait yang suci. Pada sebuah riwayat yang berasal dari Thabrani, dari Ibnu Umar yang berkata bahwa perkataan terakhir yang diucapkan oleh Rasulullah ialah, 'Berbuat baiklah kamu terhadap Ahlul Baitku.' Sementara pada riwayat lain yang berasal dari Thabrani dan Abi Syeikh disebutkan, 'Allah SWT mempunyai tiga kehormatan. Barangsiapa yang menjaga ketiganya maka Allah akan menjaga agama dan dunianya, dan barangsiapa yang tidak menjaga ketiganya maka Allah tidak akan menjaga dunia dan akhiratnya. Saya bertanya, 'Apa ketiganya itu?' Rasulullah saw menjawab, 'Kehormatan Islam, kehormatanku dan kehormatan kerabatku.' Pada riwayat Bukhari yang berasal dari ash-Shiddiq dikatakan, 'Wahai manusia, apakah Muhammad mencintai Ahlul Baitnya? Artinya, jagalah Rasulullah dengan menjaga Ahlul Baitnya dan dengan tidak menyakitinya. Ibnu Sa'ad dan Mala meriwayatkan di dalam sirahnya bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Saya berpesan kepadamu untuk berbuat baik kepada Ahlul Baitku. Karena sesungguhnya besok aku akan memusuhimu tentang perihal mereka. Barang siapa yang aku menjadi musuhnya maka aku akan memusuhinya, dan barangsiapa yang aku musuhi maka dia akan masuk ke dalam neraka.' Juga disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang menjagaku pada Ahlul Baitku maka berarti dia telah mengambil perjanjian di sisi Allah.' Ibnu Sa'ad dan Mala meriwayatkan: Yang pertama, hadis yang berbunyi, 'Aku dan Ahlul Baitku adalah sebuah pohon di surga, yang dahan-dahannya menjulur sampai ke dunia, maka barangsiapa yang hendak mengambil jalan menuju Allah maka dia harus berpegang teguh kepada Ahlul Baitku.' Adapun yang kedua adalah hadis yang berbunyi, 'Pada setiap generasi umatku terdapat manusia-manusia adil dari kalangan Ahlul Baitku, yang menyingkirkan dari agama ini segala bentuk penyimpangan orang-orang yang sesat, pemalsuan orang-orang yang batil, dan petakwilan orang-orang yang bodoh.' Adapun riwayat yang kedua ialah hadis yang berbunyi, 'lngatlah, sesungguhnya pemimpin-pemimpin kamu adalah utusan kamu kepada Allah, maka oleh karena itu perhatikanlah siapa yang kamu jadikan utusan ...' Kemudian mereka berkata, 'Rasulullah saw menamakan keduanya dengan nama ats-Tsaqalain dikarenakan ats-tsaql ialah segala sesuatu yang berharga, mulia dan terjaga; dan ke-duanya memang demikian. Karena keduanya adalah tambang ilmu-ilmu agama, hikmah dan hukum syariat. Oleh karena itu, Rasulullah saw menganjurkan untuk mengikuti mereka, berpegang teguh kepada mereka dan belajar dari mereka. Rasulullah saw bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan hikmah Ahlul Bait di tengah-tengah kita.’ Ada pendapat yang mengatakan bahwa keduanya dinamakan dengan ats-Tsaqlain adalah dikarenakan beratnya bobot kewajiban menjaga hak-hak mereka ..."
Apakah Anda telah menjaga semua ini, wahai Ibnu Hajar, menjaga Rasulullah saw di dalam Ahlul Baitnya, mengikuti mereka dan mengambil agama dari mereka?!
Atau sebaliknya, apakah Anda hanya mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada di hati Anda?! "Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan."
Sungguh benar Imam Ja'far ash-Shadiq as manakala mengatakan, "Mereka mengklaim mencintai kami namun pada saat yang sama mereka melakukan pembangkangan terhadap kami." Ibnu Hajar dan orang-orang yang sepertinya, mereka mengklaim mencintai dan mengikuti Ahlul Bait, namun pada saat yang sama mereka mengambil agama mereka dari orang-orang yang telah menzalimi Ahlul Bait. Dan Ibnu Hajar sendiri, tatkala membuktikan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait dan mengakui kewajiban berpegang teguh kepada mereka, namun pada saat yang sama dia menyerang Syi'ah di dalam kitabnya ash-Shawa'iq, memasukkan mereka ke dalam kelompok yang sesat, dan mencaci maki mereka dengan seburuk-buruknya cacian.
Lantas, apa dosa mereka, wahai Ibnu Hajar?! Apakah hanya karena mereka mengikuti Ahlul Bait dan mengambil agama dari kalangan mereka.
(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar