BREAKING NEWS

AHLUL BAIT NABI SAW: KESAKSIAN-KESAKSIAN AHLUS SUNNAH, SMS +6281809556588

Minggu, 07 Mei 2017

Fikih Di Kalangan Syi'ah


Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)

Keadaan mengambil agama secara langsung dari para Imam Ahlul Bait as ini terus berlangsung hingga datangnya Imam yang kedua belas, Muhammad bin Hasan al-Mahdi as. Imam Mahdi as telah menggariskan jalan yang harus dilalui oleh orang-orang Syi'ah di dalam mengambil hukum-hukum fikih tatkala beliau ghaib. Imam Mahdi as berkata,

"Adapun barangsiapa di antara para fukaha yang memelihara dirinya, menjaga agamanya, menentang hawa nafsunya serta taat dan tunduk kepada perintah Tuhannya, maka masyarakat umum wajib bertaklid kepadanya."[223]

Dengan begitu maka terbukalah bagi mereka pintu ijtihad, penelitian dan istinbath. Kemudian, muncullah pemikiran tentang konsep marji’iyyah fikih, yaitu di mana mereka memilih dari kalangan ulama orang yang paling banyak ilmunya, paling bertakwa dan paling warak, lalu mereka bertaklid kepadanya di dalam hukum-hukum fikih dan masalah-masalah yang baru. Para fukaha telah menjelaskan secara rinci tentang bab ini. Berikut ini saya kemukakan sebagiannya, yang berasal dari kitab al-Masa'il al-Islamiyyah, karya Ayatullah Uzhma Sayyid Husain asy-Syirazi, halaman 90:

(Masalah 1): Keyakinan seorang Muslim tentang ushuluddin harus berdasarkan dalil dan argumentasi. Seseorang tidak boleh bertaklid dalam masalah ini. Artinya, dia tidak boleh menerima perkataan seseorang dalam masalah ini dengan tanpa dalil.

Adapun di dalam masalah hukum agama dan cabang-cabangnya, seseorang harus menjadi mujtahid yang mampu meng-istinbath hukum dari dalil-dalilnya; atau menjadi mukallid, dalam arti dia beramal sesuai dengan pendapat mujtahid yang memenuhi semua persyaratan; atau dia melaksanakan kewajibannya melalui jalan ihtiyath, dalam arti dia memperoleh keyakinan bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban, seperti misalnya jika sekelompok orang dari mujtahid mengeluarkan fatwa akan wajibnya sebuah perbuatan lalu sekelompok mujtahid yang lain memberi fatwa bahwa perbuatan tersebut mustahab, maka di sini dia ber-ihtiyath dengan melakukan perbuatan tersebut. Barangsiapa yang bukan mujtahid dan tidak mungkin baginya berlaku ihtiyath maka wajib atasnya untuk bertaklid kepada seorang mujtahid dan beramal sesuai dengan pendapat mujtahid tersebut.

(Masalah 4): Berkenaan dengan wajibnya bertaklid kepada mujtahid yang lebih tahu (al-a'lam), jika seseorang mengalami kesulitan di dalam menentukan mujtahid yang lebih tahu (al-a'lam) maka dia harus bertaklid kepada mujtahid yang dia sangka lebih tahu. Bahkan, dia wajib bertaklid kepada mujtahid yang menurut perkiraan kecilnya lebih tahu, dan dia mengetahui bahwa mujtahid yang lainnya tidak lebih tahu. Adapun jika sekelompok dari para mujtahid sama di dalam ilmunya —menurut pandangannya— maka dia wajib bertaklid kepada salah seorang dari mereka. Namun, jika salah seorang dari mereka lebih warak dari yang lainnya, maka menurut ihtiyath dia wajib bertaklid kepadanya dan tidak kepada yang lainnya.

(Masalah 5): Fatwa dan pandangan seorang mujtahid dapat diperoleh melalui salah satu cara dari empat cara berikut ini:
1. Mendengar langsung dari mujtahid yang bersangkutan.
2. Mendengar dari dua orang yang adil yang menukil fatwa mujtahid.
3. Mendengar dari orang yang dapat dipercaya ucapannya dan dapat dipegang penukilannya.
4. Adanya fatwa di dalam risalah amaliah, disertai dengan keyakinan akan benarnya apa yang terdapat di dalam risalah amaliah tersebut, dan terbebasnya dari kesalahan.

Fikih telah berkembang pesat di kalangan Syi'ah. Di kalangan mereka banyak terdapat hawzah-hawzah agama yang mengeluarkan para fukaha dan marji', yang kemudian dari sekian banyak fukaha tersebut akan muncul yang tunggal. Ini terus berlangsung sepanjang sejarah, dan bahkan hingga hari ini.

Seseorang yang merujuk kepada perpustakaan fikih Syi'ah niscaya akan tercengang di hadapan karya-karya besar itu.

Berikut ini saya nukilkan bagi Anda sedikit contoh dari kitab-kitab fikih Syi'ah.

Di dalam bab riwayat-riwayat yang berkenaan dengan fikih, banyak sekali terdapat kitab-kitab yang berkenaan dengan hal ini. Yang paling terkenal di antaranya ialah:
1. Kitab Wasa'il asy-Syi'ah, terdiri dari 20 jilid besar, karya al-Hurr al-'Amili.
2. Kitab Mustadrak al-Wasa'il, terdiri dari 18 jilid, karya Nuri ath-Thabrasi.

Adapun di antara kitab-kitab fikih argumentatif (istidlaliyyah) di antaranya ialah:
1. Kitab Jawahir al-Kalam, karya Muhammad Hasan an-Najafi, terdiri dari 43 jilid.
2. Kitab al-Hada'iq an-Nadhirah, karya Syeikh Yusuf al-Bahrani, terdiri dari 25 jilid.
3. Kitab Mustamsak al-'Urwah al-Wutsqa, karya Sayyid Muhsin Thabathabai al-Hakim, terdiri dari 14 jilid.
4. Kitab al-Mawsu'ah al-Fiqhiyyah, karya Sayyid Muhammad al-Husaini asy-Syirazi, termasuk ulama zaman sekarang. Kitab ini telah dicetak dalam bentuk seratus sepuluh jilid. Kitab ini mencakup seluruh bab fikih. Di antaranya ialah fikih Al-Qur'an al-Karim, fikih hukum, fikih negara Islam, fikih pengelolaan, fikih politik, fikih ekonomi dan fikih sosial.
5. Salah satu dari ensiklopedia fikih modern lainnya ialah kitab Fiqh ash-Shadiq, karya Sayyid Muhammad Shadiq ar-Ruhani, terdiri dari 26 jilid; kemudian kitab Silsilah Yanabi' al-Mawaddah, karya Ali Ashghar Murwaridi, terdiri dari 30 jilid.

(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Ditulis Oleh : Unknown ~ Pada Minggu, 07 Mei 2017

Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel kami yang berjudul Fikih Di Kalangan Syi'ah. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Anda dipersilakan copy paste berita ini dengan mencantumkan url sumber : https://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2017/05/fikih-di-kalangan-syiah.html

Posting Komentar

Commet Facebook Umum ABNS

 
Copyright © 2014 AHLUL BAIT NABI SAW Powered By AHLUL BAIT NABI SAW.