Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)
Thabari —sejarahwan pertama di dalam Islam— dan para sejarahwan terkemudian yang menukil darinya mengatakan bahwa pendiri Syi'ah ialah seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba, yang berasal dari kota Shan'a. Saya ingat, orang yang pertama saya dengar menyebut nama ini adalah salah seorang saudara saya yang berfaham Wahabi. Dia mengatakan, Syi'ah itu Yahudi. Syi'ah berasal dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi. Setelah saya kaji masalah ini, saya temukan dia menukil dari Ihsan Ilahi Zahir. Saya menulis perkataan ini dalam keadaan tangan saya memegang buku Ihsan Ilahi Zahir, asy-Syi'ah wa as-Sunnah. Ihsan Ilahi Zahir menukil cerita-cerita dusta ini dari Thabari dan sejarahwan-sejarahwan lainnya. Di sini, saya akan menukilkan apa yang telah dinukil oleh Ihsan Ilahi Zahir dari Thabari,
"Sejarahwan paling terdahulu, Thabari menyebutkan, 'Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi yang berasal dari Shan'a. Ibunya bernama Sauda, dan dia masuk Islam pada zaman Usman. Kemudian dia berpindah-pindah dari satu negeri kaum Muslimin ke negeri kaum Muslimin lainnya, di dalam rangka usaha menyesatkan mereka. Pertama-tama dia pergi ke Hijaz, kemudian ke Basrah, Ke Kufah dan ke Syam, namun dia tidak mampu melaksanakan apa yang diinginkannya terhadap satu orang penduduk Syam pun. Kemudian orang-orang mengusirnya dari Syam, hingga akhirnya dia datang ke Mesir. Dia mengunjungi mereka dan berkata, 'Sungguh mengherankan orang yang meyakini bahwa Isa akan kembali namun mendustakan bahwa Muhammad akan kembali. Padahal Allah SWT telah berfirman, 'Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.' Oleh karena itu, Muhammad lebih berhak kembali dibandingkan Isa.' Thabari melanjutkan perkataannya, 'Maka diterimalah yang demikian itu darinya, dan ditetapkanlah keyakinan raj'ah bagi mereka, dan mereka pun membicarakan tentangnya. Kemudian Abdullah bin Saba berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya terdapat seribu nabi, dan tiap-tiap nabi mempunyai seorang washi, dan Ali adalah washinya Muhammad.' Lalu Abdullah bin Saba mengatakan bahwa Muhammad adalah penutup para nabi dan Ali penutup para washi. Selanjutnya Abdullah bin Saba mengatakan bahwa sezalim-zalimnya manusia adalah orang yang tidak memenuhi wasiat Rasulullah saw, menyerang washi Rasulullah, dan menguasai urusan umat. Kemudian Abdullah bin Saba berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya Usman telah merebut urusan ini dengan tanpa kebenaran, padahal ini adalah washinya Rasulullah saw, maka oleh karena itu bangkitlah kamu di dalam urus-an ini, dan mulailah dengan mencaci-maki para pemimpin kamu, serta tampakkanlah amar ma'ruf dan nahi munkar supaya kamu dapat menarik simpati orang, dan serulah mereka kepada urasan ini.'"
Dengan cerita ini, mereka menisbahkan keyakinan-keyakinan Syi'ah dan sejarah mereka kepada Abdullah bin Saba, dan meletakan penghalang psikologis di antara para pengkaji dan kebenaran. Sehingga mereka berjalan berdasarkan model yang telah diletakan oleh para sejarahwan, yaitu dengan tanpa melakukan pengkajian dan penelitian. Sebagai contoh, kita mendapati penulis Ahmad Amin di dalam bukunya Fajr al-Islam, setelah dia menukil kisah Abdullah bin Saba dan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran yang tidak diragukan lagi, dia menemukan di hadapannya jalan yang terbuka untuk melontarkan berbagai tuduhan dan kebohongan atas Syi'ah. Dia mengatakan pada halaman 269 dari bukunya, "Keekstriman Syi'ah mengenai Ali tidak hanya cukup sampai sebatas ini. Mereka tidak merasa cukup dengan mengatakan Ali sebagai seutama-utamanya makhluk sepeninggal nabi, dan bahwa dia maksum, melainkan mereka juga menuhankannya. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan, 'Telah merasuk satu bagian ketuhanan pada diri Ali, dan telah bersatu dengan jasadnya, sehingga oleh karena itu dia mengetahui yang ghaib.'" Kemudian, Ahmad Amin menukil khurafat tentang Ibnu Saba dan memberikan komentar tentangnya. Selanjutnya, dia mengambil kesimpulan sebagai berikut, "Yang benar ialah bahwa Syi'ah merapakan tempat berlindung setiap orang yang hendak menghancurkan Islam, dikarenakan permusuhan atau kedengkian mereka terhadap Islam, dan juga merupakan tempat berlindung bagi orang yang hendak memasukkan ajaran-ajaran bapaknya, yang berasal dari ajaran-ajaran Yahudi, Kristen, Zaroster dan Hindu..." Dia mengatakan semua ini secara spontan, dengan tanpa melakukan pengkajian dan penelitian. Bahkan, dia tidak ubahnya seperti orang yang mengigau yang tidak mengetahui apa yang dikatakannya. Namun, kecaman tidak patut ditujukan kepadanya, karena yang dia kemukakan tidak lain merupakan hasil penyelewengan sejarah yang dilakukan oleh para sejarahwan.
Begitulah sejarah. Kisah sabaiyyah (Abdullah bin Saba) telah menjadi faktor penting di dalam pemalsuan kebenaran dan penyesatan umat. Para ulama Syi'ah telah menentang pemikiran sabaiyyah, dan telah melakukan pengkajian mengenainya secara mendalam, dan mereka menemukan kenyataan bahwa kisah Abdullah bin Saba adalah kisah fiktif. Allamah Murtadha al-Askari, secara khusus telah membahas masalah ini di dalam kitab tersendiri yang terdiri dari dua jilid, yang diberinya judul Abdullah bin Saba wa Asathir Ukhra. Di dalam kitab ini dia meneliti riwayat tentang Ibnu Saba dari seluruh kitab-kitab referensi sejarah. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mengemukakan semua dalil yang mendukung fakta ini, namun saya hanya mencukupkan dengan mengemukakan beberapa petunjuk berikut:
Cerita bohong ini kembali kepada seorang perawi yang bernama Saif bin Umar. Dia penulis kitab al-Futuh al-Kabirah wa ar-Raddah dan kitab al-Jamal wa Masirah Aisyah wa Ali. Thabari menukil cerita bohong ini di dalam kitab tarikhnya dari kedua kitab tersebut, dan demikian juga Ibnu Asakir serta adz-Dzahabi di dalam kitab tarikhnya al-Kabir.
(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar