BREAKING NEWS

AHLUL BAIT NABI SAW: KESAKSIAN-KESAKSIAN AHLUS SUNNAH, SMS +6281809556588

Kamis, 17 Agustus 2017

Surat 8


Kepada Jarîr ibn 'Abdullah al-Bajalî ketika Amirul Muknunin Mengutusnya kepada Mu'awiah (dan Kembalinya Tertunda)

Kemudian daripada itu, ketika Anda menerima surat saya ini, mintalah Mu'awiah mengambil keputusan terakhir dan mengikuti jalan yang tegas. Kemudian, mintalah kepadanya untuk memilih peperangan yang mengasingkannya dari rumah, atau ketaatan. Apabila ia memilih perang, maka tinggalkanlah dia, tetapi apabila ia memilih perdamaian, dapatkanlah baiatnya. Wasalam. •


(Nahjul-Balaghah/Al-Mujtaba/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Surat 7


Kepada Mu'awiah

Saya telah menerima dari Anda suatu paket nasihat yang tak berhubungan dan surat yang berbumbu. Anda telah menulisnya karena kesesatan Anda dan mengirimkannya karena tidak adanya kebijaksanaan. Inilah surat dari seorang lelaki yang tiada cahaya yang akan menunjukkan kepadanyajalan, dan tak ada pula pemimpin untuk memandunya pada jalan yang benar. Nafsu mendorongnya, dan ia menyambutnya. Kesesatan membimbing dia, dan ia mengikutinya. Akibatnya, ia mulai berbicara kosong dan menjadi tersesat dengan sembrono.


Bagian dari Surat yang Sama

Karena, baiat adalah sekali untuk semua. (Baiat) itu tidak terbuka untuk dipertimbangkan kembali dan tak ada pula ruang untuk proses pemilihan baru. Orang yang tinggal di luarnya dianggap mengecam Islam, sementara orang yang berbicara putar balik atasnya adalah munafik. •

(Nahjul-Balaghah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Surat 6


Kepada Mu'âwiah (ibn Abi Sufyân)

Sesungguhnya orang-orang yang membaiat kepada Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman telah membaiat kepada saya atas dasar yang sama di mana mereka membaiat kepada mereka. [1] (Atas dasar ini) orang yang hadir tidak mempunyai pilihan (untuk mempertimbangkan), dan orang yang tak hadir tidak berhak untuk menolak; dan suatu musyawarah dibataskan pada Muhajirin dan Anshar. Apabila mereka menyetujui seorang individu dan mengambilnya sebagai pemimpin (khalifah), hal itu dianggap bermakna keridhaan Allah. Apabila seseorang menjauh dengan jalan keberatan atau menuntut perubahan, mereka akan mengembalikannya kepada posisi dari mana ia menjauh. Apabila ia menolak, mereka akan memeranginya karena mengikuti jalan yang lain dari jalan kaum mukmin, dan Allah menempatkannya kembali (ke asal) dari mana ia melarikan diri. Demi hidupku, hai Mu'awiah, apabila engkau melihat dengan akalmu tanpa nafsu, maka engkau akan mendapatkan saya orang yang paling tak berdosa dari semua berkaitan dengan darah 'Utsman, dan tentulah engkau akan melihat bahwa saya dalam keadaan terkucil darinya, kecuali apabila engkau menyembunyikan apa yang sangat terbuka bagimu. Maka engkau boleh melakukan keberangan (pada saya) sesuka hatimu. Wasalam. •


Referensi:

[1] Ketika penduduk Madinah secara serempak membaiat kepada Amirul Mukminin, Mu'awiah menolaknya karena ia melihat bahaya yang mengancam kekuasaannya sendiri; dan untuk menandingi kekhalifahan Amirul Mukminin ia membuat dalih bahwa baiat itu tidak diberikan secara bulat dan oleh karena itu, harus ada pemilihan umum. Padahal sejak awalnya proses pemilihan khalifah dimulai adalah akibat dari situasi sesaat. Tak ada pemilihan umum sehingga hal itu tak dapat dikatakan hasil pemilihan rakyat. Namun hal itu dipaksakan kepada rakyat dan dianggap sebagai keputusan mereka. Sejak waktu itu telah menjadi prinsip bahwa orang yang dipilih oleh para pemuka Madinah dianggap mewakili seluruh dunia Islam dan tak seorang pun boleh mempertanyakannya, apakah ia hadir pada saat pemilihan atau tidak. Bagaimanapun, setelah mapannya prinsip itu, Mu'awiah tak berhak mengusulkan pemilihan ulang atau menolak baiat. Pada praktiknya ia sendiri telah mengakui para khalifah sebelumnya yang telah ditetapkan oleh orang-orang penting Madinah. Itulah sebabnya, maka ketika merasa bahwa pemilihan ini tak sah dan menolak pembaiatan itu, Amirul Mukminin menunjukkan kepadanya cara pemilihan yang telah diakui itu dan menuntaskan argumen dengan dia. Metode itu yang dikenal sebagai berargumentasi dengan lawan atas dasar premis-premis lawan yang salah sehingga menghabisi argumennya. Amirul Mukminin sama sekali tak pemah menyatakan bahwa musyawarah dengan para sesepuh ataupun pemilihan rakyat umum adalah tolok ukur bagi absahnya kekhalifahan. Bila demikian, maka sehubungan dengan kekhalifahan sebelumnya yang dianggap berdasarkan kesepakatan suara Muhajirin dan Anshar, ia akan sudah memandang kesepakatan sebagai wewenang yang baik dan memandangnya sebagai absah; tetapi penolakannya atas baiat sejak awal mula (pemilihan khalifah pertama), yang tak tersangkal oleh siapa pun, merupakan bukti bahwa ia tidak memandang cara yang dibuat-buat itu sebagai tolok ukur absahnya kekhalifahan. Itulah sebabnya maka ia selalu terus menekankan kasusnya sendiri untuk jabatan khalifah yang telah dikukuhkan atas dasar hadis Nabi. Namun, menyatakan demikian kepada Mu'awiah berarti membuka pintu tanyajawab. Oleh karena itu maka ia berusaha meyakinkannya dengan premis-premis dan kepercayaan Mu'awiah sendiri sehingga tak ada ruang untuk penafsiran atau untuk membingungkan hal itu; sesungguhnya tujuan Mu'awiah adalah untuk menunda hal itu sampai wewenangnya beroleh dukungan.

(Nahjul-Balaghah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Surat 5


Kepada al-Asy'ats ibn Qais (al-Kindi), Gubernur Azerbajan

Sesungguhnya, pengangkatan Anda [1] bukanlah suatu suapan (makanan) bagi Anda, melainkan suatu amanat di seputar leher Anda, dan Anda telah ditugasi untuk melindungi (rakyat) atas nama atasan Anda. Anda tak boleh lalim kepada yang diperintah, tidak pula untuk menanggung risiko bagi diri Anda sendiri kecuali atas dasar-dasar yang kuat. Anda memegang dana yang mempakan milik AUah yang bagi-Nya Kekuasaan dan Kerajaan, dan Anda memegang kewajiban atasnya sampai Anda menyerahkannya kepada saya. Mudah-mudahan saya tidak akan merupakan salah seorang dari para pemimpin yang buruk bagi Anda. Wasalam. •


Referensi:

[1] Ketika Amirul Mukminin telah bebas dari Perang Jamal, ia menulis surat kepada Asy'ats ibn Qais al-Kindî yang telah menjadi Gubernur Azerbaijan sejak masa 'Utsman, untuk mengirimkan hasil pemasukan uang dan pajak dari propinsinya. Tetapi karena 'Asy'ats takut akan jabatan dan kedudukannya di masa depan, ia berniat menelan seluruh dana yang ada sebagaimana para pejabat 'Utsman lainnya. Oleh karena itu, sesampainya surat ini ia mengirim utusan memanggil rekan-rekan utamanya, dan setelah menyebutkan surat ini kepada mereka, ia berkata, "Saya khawatir uang ini akan diambil dari saya; oleh karena itu saya bermaksud bergabung dengan Mu'awiah." Atasnya, orang-orang itu berkata bahwa adalah memalukan apabila ia meninggalkan sanak keluarga lalu berlindung kepada Mu'awiah. Atas nasihat orang-orang ini ia menangguhkan gagasannya untuk melarikan diri, tetapi tak setuju dengan gagasan mereka untuk berpisah dengan uangnya. Ketika mendengar informasi ini, Amirul Mukminin mengutus Hujr ibn 'Adi al-Kindî untuk membawanya ke Kûfah. Hujr berhasil membawanya ke Kûfah. Ketika tiba, diketahui bahwa petinya berisi empat lakh Dirham, yang darinya Aniirul Mukminin meninggalkan 30.000 Dirham untuk Asy'ats dan menyimpan sisanya di baitul mal.

(Nahjul-Balaghah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Surat 4


Kepada Salah Seorang Perwira Tentaranya

Apabila mereka [1] kembali kepada payung ketaatan, maka inilah segala yang kami kehendaki. Tetapi, apabila kondisi orang-orang ini menunjuk kepada perpecahan dan pembangkangan, maka dengan membawa orang-orang yang taat kepada Anda, bergegaslah kepada orang-orang yang membangkangi Anda, dan sementara Anda mempunyai orang-orang bersama Anda yang mengikuti Anda, jangan mencemaskan orang-orang yang mundur dari Anda, karena ketidakhadiran seorang yang setengah hati lebih baik dari-pada kehadirannya, dan duduknya dia lebih baik dari bangkitnya. •


Referensi:

[1] Ketika 'Utsman ibn Hunaif, Gubemur Bashrah, mengabarkan kepada Amirul Mukminin tentang kedatangan Thalhah dan Zubair di Bashrah, dan tentang niat mereka, Amirul Mukininin menulis surat ini kepadanya, di mana ia memerintahkan Hunaif bahwa apabila musuh bersikeras hendak berperang melawannya, maka dalam menghadapi musuh itu ia tak boleh merekrut orang-orang yang di satu sisi menunjukkan tenggang rasa bagi tokoh-tokoh 'A'isyah, Thalhah dan Zubair, dan di sisi lain telah menyetujui untuk berjuang melawan mereka hanya karena bujukan, karena orang semacam itu tak dapat diharapkan untuk berjuang dengan tabah, dan tak dapat diandalkan. Orang semacam itu akan berusaha mengecilkan hati orang lain pula. Karena itu maka yang terbaik ialah menjauhi orang-orang semacam itu.

(Nahjul-Balaghah/Al-Mujtaba/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Rabu, 16 Agustus 2017

Surat 3


Ditulis untuk Syuraih ibn al-Hârits (al-Kindî), Qâdhî (di Kufah).

Diriwayatkan bahwa Syuraih ibn al-Hârits (al-Kindî) yang menjabat qâdhî Amirul Mukminin di Kûfah selama masa kekuasaannya, telah membeli sebuah rumah seharga delapan puluh dinar. Ketika Amirul Mukminin mengetahuinya, ia menyuruh orang memanggilnya seraya mengatakan:

Saya diberitahu bahwa Anda telah membeli sebuah rumah seharga delapan puluh dinar, dan bahwa Anda telah menulis sebuah dokumen untuk itu serta menempatkan saksi atasnya.

Syuraih menjawab: "Ya, Amirul Mukminin, demikianlah adanya. Amirul Mukminin melemparkan pandangan marah kepadanya seraya berkata:

Wahai, Syuraih, berhati-hatilah, dalam waktu singkat satu tubuh (malaikat maut) akan datang kepada Anda yang tidak akan melihat dokumen itu dan tidak akan menanyakan pembuktian Anda melainkan membawa Anda jauh-jauh darinya dan menyimpan Anda di kubur Anda dengan sangat sendirian.

Lihatlah, hai Syuraih, apabila Anda telah membeli rumah ini dengan uang yang selain uang Anda, atau membayar harganya dari sumber yang tak halal, Anda telah mendatangkan kerugian dari dunia ini maupun akhirat. Apabila Anda telah datang kepada saya pada waktu pembelian itu, tentu sudah saya tuliskan bagi Anda suatu dokumen di atas kertas ini dan kemudian Anda tak akan mau membeli rumah itu meskipun dengan harga satu dinar, jangankan lebih. Inilah dokumen itu:

Ini adalah tentang pembelian yang dilakukan oleh hamba (Allah) yang rendah dari seorang hamba lain yang sedang bersiap untuk berangkat (ke akhirat). la telah membeli sebuah rumah dari rumah-rumah penipuan di wilayah fana dan tempat orang-orang yang akan sima. Rumah ini mempunyai empat perbatasan sebagai berikut: Batas yang pertama bersampingan dengan sumber petaka; batas yang kedua bertetangga dengan sumber-sumber kesedihan; batas yang ketiga bergandengan dengan hawa nafsu yang membinasakan; dan batas yang keempat bergandengan dengan setan penipu, dah menghadap ke situlah pintu rumah itu.

Rumah ini telah dibeli oleh seorang yang telah dihadang hawa nafsu, dari seorang yang sedang digiring oleh maut dengan harga meninggalkan mulianya kepuasan dan memasuki aibnya kesengsaraan dan penyerahan. Apabila si pembeli menemui akibat (buruk) dari transaksi ini maka adalah itu lantaran dia (maut) yang telah merombak tubuh-tubuh para raja, merenggut nyawa para penguasa lalim, menghancurkan wilayah para Fir'aun, Khosrou [1], Kaisar[2], Tubba' [3], dan Himyar [4], dan semua yang menumpuk harta di atas harta dan terus menambah-nambahnya, membangun rumah-rumah tinggi dan menghiasinya dan mengumpulkan harta dan memeliharanya, sebagaimana pengakuan mereka menurut pemikiran mereka sendiri, bagi anak-anak untuk membawa mereka ke tempat perhitungan dan pengadilan serta kedudukan ganjaran dan hukuman. Bilamana keputusan akan ditetapkan, rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (QS. 40:78)

Dokumen ini disaksikan oleh akal di saat ia bebas dari belenggu hawa nafsu dan jauh dari hiasan dunia. •


Referensi:

[1] Khosrou adalah gelar raja-raja Iran, yang berarti Raja (Iran), yang wilayah kekuasaannya sangat luas.

[2] Caesar (Kaisar) adalah gelar raja-raja Romawi, yang dalam bahasa Latin berarti anak yang kematian ibunya sebelum ia dilahirkan dengan membedah perut si ibu. Di antara para raja Roma, (Kaisar) Augustus dilahirkan secara ini dan ia dikenal dengan nama ini, dan sesudahnya kata ini digunakan sebagai gelar raja-raja Roma.

[3] Tubba’ adalah nama panggilan raja-raja Yaman yang menguasai Himyar dan Hadhramaut. Nama-nama mereka telah disebutkan dalam ayat Al-Qur'an 44:37 dan 50:14.

[4] Himyar , pada asalnya adalah suatu suku penting di kerajaan Saba' kuno, di barat laut Arabia; kemudian menjadi para penguasa yang kuat dari Arabia Selatan sejak sekitar 115 SM hingga 525 M. Orang Himyar terkonsentrasi di area yang dikenal sebagai Dzû Raidan (kemudian disebut Qataban) di pesisir Yaman masa kini; mungkin mereka dibantu dalam penggulingan raja-raja Saba' oleh penemuan rute laut dari Mesir ke India, yang menyebabkan kerajaan Saba' yang di pedalamanan kehilangan kedudukannya yang penting sebagai pusat perdagangan melalui jalan darat. Orang Himyari (yang dikenal dalam dunia klasik sebagai orang Homerit) mewarisi bahasa dan kebudayaan Saba', dan dari ibu kotanya di Zhafar kekuasaan mereka kadang-kadang sampai ke Teluk Persia di timur dan sampai ke Gurun Arabia di utara. Pada awal abad keempat ibu kota Himyar dipindahkan ke San'â di utaranya, dan kemudian di abad itu juga Kristen dan Yahudi beroleh pijakan kuat di sana. Kekacauan dalam negeri dan perubahan rute perdagangan menyebabkan kerajaan itu merosot, dan di tahun 525, setelah beberapa usaha yang gagal, para penyerbu Ethiopia menumpas Himyari. Seorang Himyar lari memohon bantuan ke Persia, yang menyebabkan Persia menguasai wilayah itu di tahun 575. (New Encyclopaedia Britannica (Micropaedia), edisi 1973-74, jilid V .h. 49).

(Nahjul-Balaghah/Al-Mujtaba/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Surat 2


Ditulis untuk Rakyat Kufah Setelah Kemenangan Bashrah

Semoga Allah memberi ganjaran kepada Anda, penduduk kota (Kûfah), atas nama seorang anggota keluarga Nabi Anda, dengan ganjaran yang terbaik yang la karuniakan kepada orang-orang yang berbuat dalam ketaatan kepada-Nya, dan atas mereka yang bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya. Sesungguhnya Anda telah mendengarkan dan menaati (saya), dan ketika Anda dipanggil Anda segera menyambut. •

(Nahjul-Balaghah/Al-Mujtaba/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Commet Facebook Umum ABNS

 
Copyright © 2014 AHLUL BAIT NABI SAW Powered By AHLUL BAIT NABI SAW.