Oleh: Syeikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki (Ulama dan mufti Suriah)
Terdapat banyak cara yang dilakukan oleh para penulis hadis untuk memalsukan dan menyelewengkan kebenaran. Keta'assuban tampak jelas terlihat di dalam kitab-kitab mereka. Tatkala terlihat oleh mereka hadis-hadis yang berbicara tentang keutamaan Ali, atau menyingkap kekurangan para khalifah dan sahabat, dengan segera tangan mereka merubah hakikatnya. Berikut ini beberapa contoh dari cara-cara tersebut, hingga peranan yang amat berbahaya yang dilakukan oleh para muhaddis di dalam memalsukan kebenaran.
1. Contoh Pertama:
Manakala Muawiyah hendak mengambil baiat untuk anaknya Yazid, Abdurrahman bin Abu Bakar termasuk salah seorang yang paling keras menentang pembaiatan Yazid. Marwan berpidato di mesjid Rasulullah saw, yang ketika itu dia berkedudukan sebagai gubernur Hijaz yang diangkat oleh Muawiyah. Marwan berkata, "Amirul Mukminin menginginkan keutamaan Anda semua. Dia telah menunjuk anaknya Yazid untuk menjadi khalifah sepeninggalnya." Mendengar itu Abdurrahman bin Abu Bakar berdiri dan berkata, "Demi Allah, engkau telah berdusta, ya Marwan. Dan juga engkau telah berdusta, ya Muawiyah. Keutamaan apa yang engkau inginkan bagi umat Muhammad. Engkau tidak lain ingin menjadikannya menjadi kerajaan, di mana setiap seorang raja mati maka diganti dengan raja yang lain." Marwan berkata, "Inilah orang yang Allah SWT telah turunkan padanya, dan orang yang telah berkata kepada kedua orang tuanya, 'Cis, bagi kamu keduanya.'" Aisyah mendengar perkataan Marwan dari balik tabir. Dia berdiri dari balik tabir dan kemudian berkata, "Hai Marwan, hai Marwan." Maka orang-orang pun diam, dan Marwan menghadapkan wajahnya. Lalu Aisyah berkata, "Engkau katakan kepada Abdurrahman bahwa ayat Al-Qur'an ini turun kepadanya. Engkau dusta. Demi Allah, ayat ini bukan turun padanya, melainkan pada Fulan bin Fulan, namun dia adalah kelompok orang yang dilaknat oleh Allah SWT." Pada riawayat lain disebutkan bahwa Aisyah berkata, "Demi Allah, bukan dia yang dimaksud dalam ayat ini. Akan tetapi Rasulullah saw telah melaknat Bapak Marwan pada saat Marwan masih berada di dalam tulang sulbinya. Maka dengan begitu Marwan termasuk kelompok orang yang dilaknat oleh Allah Azza Wajalla."[124]
Sekarang, coba lihat, bagaimana Bukhari menyelewengkan sesuatu yang memburukkan Muawiyah dan Marwan:
"Marwan berkuasa atas Hijaz. Muawiayah menggunakanya. Marwan berpidato, dan menyebut Yazid bin Muawiyah supaya orang-orang berbaiat kepadanya sepeninggal ayahnya. Kemudian Abdurrahman bin Abu Bakar mengatakan sesuatu, lalu Marwan berkata, 'Tangkap dia', maka Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke rumah Aisyah, sehingga mereka tidak mampu menangkapnya. Marwan ber-kata, 'Orang inilah yang Allah telah turunkan padanya ayat, 'Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, 'Cis, bagi kamu berdua.' Apakah Anda menerima alasan saya?!' Kemudian Aisyah berkata dari balik tabir, 'Allah tidak menurunkan sesuatu dari Al-Qur'an padanya, kecuali Allah menurunkan alasan saya.'"[125]
Bukhari membuang perkataan Abdurrahman dan menggantinya dengan mengatakan "Abdurrahman mengatakan sesuatu", sebagaimana juga dia mengganti perkataan Aisyah. Semua ini dilakukan Bukhari untuk menjaga nama baik Muawiyah dan Marwan. Ibnu Hajar telah menceritakan peristiwa ini secara panjang lebar di dalam kitabnya Fath al-Bari. Perhatikanlah, sampai sejauh mana kelurusan Bukhari di dalam menukil kenyataan.
2. Contoh Kedua.
Bukhari membuang fatwa Umar tentang tidak salat. Muslim meriwayatkan dari Syu'bah yang berkata, "Al-Hakam berkata kepada saya, dari Sa'id bin Abdurrahman, dari ayahnya yang berkata, "Seorang laki-laki mendatangi Umar dan berkata, 'Saya berjunub, namun saya tidak menemukan air.' Umar menjawab, 'Jangan kamu salat.'
Lalu Ammar berkata, 'Apakah kamu ingat, wahai Amirul Mukminin, tatkala kamu dan saya berada di dalam pasukan. Pada saat itu kita berjunub, dan kita tidak menemukan air. Kamu pada saat itu tidak mengerjakan salat, sedangkan saya berguling-guling di atas tanah dan kemudian salat. Kemudian Rasulullah saw berkata, 'Cukup kamu memukulkan kedua telapak tanganmu ke atas tanah, kemudian meniup keduanya, dan lalu mengusapkannya ke wajahmu dan kedua punggung tanganmu.'
Umar berkata, 'Bertakwalah kepada Allah, wahai Ammar.' Ammar berkata, 'Jika kamu tidak ingin, saya tidak akan ceritakan."'[126]
Padahal hadis ini dengan jelas menunjukkan kebodohan Umar akan hukum agama yang paling sederhana dan penting, yang diketahui oleh seluruh kaum Muslimin (yaitu hukum tayammum), dan yang dengan jelas dikatakan oleh Al-Qur'an dan diajarkan oleh Rasulullah saw kepada mereka tentang tata caranya. Namun demikian, Umar memberikan fatwa untuk tidak salat. Yang pertama, ini tidak lain merupakan salah satu indikasi kebodohan Umar, dan menunjukkan bahwa Umar tidak begitu menaruh perhatian kepada salat, dan bahkan me-nunjukkan bahwa Umar tidak mengerjakan salat pada saat dia junub, sebagaimana yang dijelaskan oleh riwayat.
Saya ingat, salah seorang teman saya pernah berdiskusi dengan saya tentang ilmunya Umar. Dia berkata kepada saya, "Sesungguhnya Umar sejalan dengan Al-Qur'an sebelum Al-Qur'an turun."
Saya katakan kepadanya, "Ini hanya cerita yang tidak ada hubungannya dengan kenyataan. Karena bagaimana mungkin Umar sejalan dengan Al-Qur'an sebelum Al-Qur'an diturunkan, padahal dia tidak sejalan dengan Al-Qur'an setelah Al-Qur'an turun tentang masalah tayammum dan penentuan mahar wanita. Hadis ini merupakan guncangan yang paling keras yang saya alami selama saya mengkaji tentang pribadi Umar. Karena hadis ini menyingkap secara sempurna sampai sejauh mana tingkat keilmuan dan keberagamaan Umar. Yang lebih mengherankan saya ialah sikap Umar yang tetap bersikeras dengan kebodohannya setelah diberitahukan oleh Ammar tentang hukum agama mengenai masalah itu.
Kemudian, lihatlah bagaimana Bukhari tidak sampai hati meriwayatkan fatwa Umar ini, yang tidak mungkin ada seorang pun yang memfatwakannya meski orang pasar sekali pun. Bukhari mengeluarkan di dalam kitab sahihnya dengan sanad dan redaksi yang sama, namun dengan membuang fatwanya,
"Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab dan berkata, 'Saya berjunub namun saya tidak menemukan air.' Lalu Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin Khattab, 'Apakah kamu ingat, wahai Amirul Mukminin, tatkala kamu dan saya ..."[127]
3. Contoh Ketiga:
Ibnu Hajar mengeluarkan di dalam kitabnya Fath al-Barifi Syarh Shahih al-Bukhari, jilid 17, halaman 31, hadis yang berbunyi, "Seorang laki-laki bertanya kepada Umar tentang firman Allah SWT yang berbunyi, 'Dan buah-buahan serta rumput-rumputan', apakah rumput-rumputan itu?'
Umar menjawab, 'Kita dilarang untuk mendalami dan memberatkan diri.'"
Ibnu Hajar berkata, "Di dalam riwayat lain yang berasal dari Tsabit, dari Anas yang berkata bahwa Umar membaca, 'Dan buah-buahan serta abb (sejenis rerumputan).' Lalu orang bertanya, 'Apa abb itu?' Umar menjawab, 'Kita tidak diperintahkan untuk memberatkan diri', atau 'Kita tidak diperintahkan dengan yang demikian ini.'"
Kemudian, perhatikanlah bagaimana Bukhari mengerahkan segenap usahanya untuk membersihkan Umar dari segala sesuatu yang menempel padanya. Kenapa dia tidak meriwayatkan hadis yang membuktikan kebodohan Umar akan Al-Qur'an ini. Karena masalah yang ditanyakan adalah masalah yang sangat sederhana bagi orang yang mengenal Al-Qur'an dan gaya bahasanya. Argumentasi Umar tentang tidak adanya perintah memberatkan diri bukanlah pada tempatnya, karena masalah ini bukan merupakan sebuah tindakan pemberatan diri. Dan membuat-buat alasan dalam urusan ini adalah lebih buruk dari dosa. Ketika Imam Ali as ditanya dengan pertanyaan yang sama, Imam Ali as menjawab berkenaan dengan ayat yang sama, 'Dan buah-buahan serta abb (sejenis rerumputan), untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu', 'Buah-buahan adalah kesenangan untuk kita sedangkan abb adalah kesenangan untuk binatang-binatang ternak. Abb adalah sejenis rerumputan.'"
Bukhari berkata di dalam kitab sahihnya, dari Tsabit, dari Anas yang mengatakan, "Kami berada di samping Umar, lalu dia berkata, 'Kita dilarang untuk memberatkan diri.'"[128]
Hadis ini dan hadis-hadis lainnya termasuk ke dalam kelompok hadis yang tidak sejalan dengan keyakinan Bukhari. Oleh karena itu, dengan sengaja dia pun menghilangkan sebagian, mengganti atau membuang hadis secara keseluruhan. Persis, sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap hadis tsaqalain, "Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ...", yang mana Muslim dan al-Hakim telah mengeluarkannya sesuai dengan syarat Bukhari. Demikian juga dengan hadis-hadis sahih lainnya yang Bukhari tidak mampu menjelaskan dan menyimpangkannya, maka dia pun tidak memasukkannya ke dalam kitab sahihnya. Inilah yang menjadi sebab dasar kenapa kitab Sahih Bukhari dijadikan sebagai kitab yang paling sahih setelah Kitab Allah oleh para penguasa. Saya tidak tahu ada sebab lain selain sebab ini yang dijadikan dasar pertimbangan ini.
4. Contoh Keempat:
Berikut ini saya ketengahkan kepada Anda suatu peristiwa yang darinya Anda dapat mengetahui dengan jelas sampai sejauh mana Bukhari secara sengaja menyelewengkan fakta dan kebenaran. Para ulama Ahlus Sunnah beserta para huffazhnya, seperti Turmudzi di dalam Sahihnya, al-Hakim di dalam Mustadraknya, Ahmad bin Hanbal di dalam Mustadraknya, Nasa'i di dalam Khasha'ishnya, Thabari di dalam Tafsirnya, Jalaluddin as-Suyuthi di dalam tafsirnya ad-Durr al-Mantsur, Muttaqi al-Hindi di dalam kitabnya Kanz al-'Ummal, Ibnu Atsk di dalam kitab Tarikhnya, dan banyak lagi yang lainnya, mereka meriwayatkan,
"Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus Abu Bakar dan memerintahkannya untuk menyeru dengan kalimat ini, yaitu pengingkaran dari Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan Ali untuk menyusul Abu Bakar dan memerintahkannya untuk menyeru dengan kalimat yang sama. Maka Ali as berdiri pada hari-hari tasyrig dan berseru, 'Sesungguhnya Allah SWT dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Maka berjalanlah selama empat bulan di muka bumi. Dan setelah tahun ini tidak boleh ada orang Musyrik yang berhaji, dan tidak boleh ada orang yang bertawaf dalam keadaan telanjang.' Abu Bakar ra kembali dan berkata, 'Apakah ada ayat yang turun berkenaan denganku?' Rasulullah saw menjawab, 'Tidak. Jibril telah datang kepadaku dan berkata, 'Tidak boleh ada yang menunaikan tugas ini selain kamu atau seorang laki-laki dari kamu.'"
Di sini, Bukhari menghadapi dilema. Riwayat ini bertentangan sama sekali dengan mazhab dan keyakinannya. Riwayat ini menetapkan keutamaan Ali as, dan itu pun keutamaan yang sangat besar, sementara pada saat yang sama riwayat ini merendahkan Abu Bakar, atau setidaknya tidak menetapkan sesuatu apa pun bagi Abu Bakar. Bagaimana caranya dia bisa menyelewengkan riwayat ini bagi kepen-tingan keyakinannya, sehingga dengan begitu dia bisa menetapkan keutamaan bagi Abu Bakar dan tidak sesuatu pun bagi Ali.
Marilah Anda perhatikan, bagaimana dengan kelihaiannya Bukhari dapat keluar dari keadaan yang sulit ini.
Bukhari mengeluarkan di dalam Sahihnya, kitab tafsir al-Qur’an, bab firman Allah SWT "Maka berjalanlah selama empat bulan di muka bumi",
Bukhari berkata, "Humaid bin Abdurrahman telah memberitahukan saya bahwa Abu Hurairah ra telah berkata, 'Abu Bakar mengutus saya pada ibadah haji itu ke dalam kelompok orang yang diutus olehnya pada harian menyembelih kurban di Mina untuk mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak boleh ada orang musyrik yang berhaji, dan tidak boleh ada orang yang bertawaf dalam keadaan telanjang.' Humaid bin Abdurrahman menambahkan 'Kemudian Rasulullah saw mengikutkan Ali bin Abi Thalib as dan memerintahkannya untuk mengumumkan bara'ah (pengingkaran terhadap orang musyrik). Lalu Abu Hurairah berkata, 'Maka Ali bin Abi Thalib pun bersama-sama kami mengumumkan bara 'ah kepada orang-orang yang sedang ada di Mina pada harian menyembelih kurban, dan bahwa setelah tahun ini tidak boleh ada orang musyrik yang berhaji serta tidak boleh ada orang yang bertawaf dalam keadaan telanjang."'[129]
Saya berikan kesempatan kepada Anda, wahai para pembaca, untuk berkomentar, supaya Anda dapat melihat sendiri kepada penyimpangan dan pemutar-balikkan ini. Bagaimana Bukhari melenyapkan keutamaan yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalib as, dan sebagai gantinya dia menetapkan keutamaan bagi Abu Bakar, padahal Allah SWT telah memakzulkannya dengan wahyu yang diturunkan olehNya. Jibril Berkata kepada Rasulullah saw, "Tidak boleh ada yang menunaikan tugas ini kecuali kamu atau seorang laki-laki dari kamu." Kemudian, coba lihat, bagaimana Bukhari menjadikan urusan ini berada di tangan Abu Bakar, sehingga dengan begitu Abu Bakar menjadi orang yang memerintah dan menetapkan urusan dengan kehadiran Rasulullah saw!
Masya Allah, bagaimana dia merubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.
5. Contoh Kelima:
Muslim berserikat di dalam sahihnya dengan Ibnu Hisyam dan Thabari di dalam membuang bagian dari hadis yang mendiskreditkan kedudukan Abu Bakar dan Umar. Setelah Ibnu Hisyam menukil berita tentang peperangan Badar dan informasi yang sampai kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya tentang kafilah dagang Quraisy, Ibnu Hisyam menyebutkan Rasulullah saw mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah. Ibnu Hisyam berkata, "Rasulullah saw mendapat berita tentang perjalanan kafilah dagang Quraisy, dan beliau bermaksud mencegat kafilah dagang tersebut. Maka Rasulullah saw mengajak orang-orang untuk bermusyawarah dan memberitahukan mereka tentang kafilah dagang Quraisy. Maka berdirilah Abu Bakar ash-Shiddiq mengatakan sesuatu, lalu Rasulullah saw berkata, 'Bagus!' Lalu berdiri Umar dan mengatakan sesuatu, kemudian Rasulullah saw berkata, 'Bagus!' Selanjutnya Miqdad bin 'Amr berdiri dan berkata, 'Ya Rasulullah, berjalanlah sesuai dengan apa yang telah Allah perlihatkan kepada Anda, niscaya kami bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepada Anda sebagaimana yang telah dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa manakala mereka mengatakan, 'Pergilah kamu berdua denganmu Tuhanmu dan berperanglah, adapun kami biar duduk di sini saja menunggu; melainkan kami mengatakan, 'Pergilah kamu berdua dengan Tuhanmu dan berperanglah, dan kami pun ikut berperang bersama Anda berdua.' Demi Zat yang mengutus Anda dengan kebenaran, meski pun Anda membawa kami ke dalam lautan, kami akan tetap berperang bersama Anda sehingga Anda sampai kepadanya.' Maka Rasulullah saw berkata kepadanya, 'Bagus!', dan beliau berdoa untuknya."
Yang menjadi pertanyaan kita ialah, apa yang dikatakan oleh Abu Bakar dan Umar kepada Rasulullah saw.
Jika memang bagus, lalu kenapa Bukhari tidak menyebutkannya. Kenapa Bukhari menyebutkan apa yang dikatakan oleh Miqdad namun tidak menyebutkan apa yang dikatakan oleh keduanya?!
Selanjutnya, marilah kita kembali kepada Muslim, untuk melihat apakah dia juga melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibnu Hisyam dan Thabari. Muslim meriwayatkan, "Rasulullah saw bermusyawarah dengan para sahabatnya manakala sampai berita kepadanya tentang kedatangan (kafilah) Abu Sufyan.." Muslim berkata, "Maka Abu Bakar berkata, namun Rasulullah saw berpaling darinya. Kemudian berkata Umar, namun Rasulullah saw berpaling darinya... kemudian Muslim menyebutkan kelanjutan hadis."[130]
Muslim juga tidak menyebutkan apa yang telah dikatakan oleh Abu Bakaar dan Umar, namun dia lebih jujur dari Ibnu Hisyam dan Thabari. Karena Muslim mengatakan , "Rasulullah saw berpaling darinya", dan tidak mengatakan, "Bagus!" Meski pun apa yang telah dilakukannya tetap merupakan kejahatan terhadap hadis. Karena dia harus menyebutkan perkataan keduanya. Dan keputusannya untuk tidak menyebutkan perkataan keduanya, menunjukkan adanya kedengkian di dalam perkara ini. Kenapa Rasulullah saw berpaling dari perkataan keduanya, jika perkataan keduanya bagus?!
Dari kedua hadis di atas —setelah terbukti secara jelas pemalsuan yang telah mereka lakukan— menjadi jelas bagi kita bahwa di sana terdapat sesuatu yang tidak layak bagi kedua Syeikh (Abu Bakar dan Umar —penerj.) yang tidak mereka sebutkan. Namun, Allah SWT tetap menampakkan cahaya-Nya meski pun orang-orang kafir tidak suka. Kitab al-Maghazi, karya al-Waqidi, dan kitab Imta' al-Asma, karya Muqrizi, menceritakan kisah ini. Setelah kedua kitab ini menyebutkan khabar di atas, kedua kitab ini menyebutkan, "Maka Umar berkata, 'Ya Rasulullah, Demi Allah, sesungguhnya mereka itu bangsa Quraisy. Demi Allah, kemuliaan mereka belum melemah sejak mereka mulia. Demi Allah, mereka belum beriman sejak mereka kafir. Dan demi Allah, selamanya mereka tidak akan menyerahkan kemuliaannya. Mereka pasti akan memerangi Anda, maka oleh karena itu bersiap sedialah dengan perlengkapan untuk itu."
Dari sini kita dapat mengetahui kenapa Rasulullah saw berpaling dari perkataan Umar. Karena perkataan yang dikatakan oleh Umar ini tidak pantas dikatakan oleh seorang sahabat Rasulullah saw. Bagaimana bisa Umar menyatakan orang musyrikin Quraisy mempunyai kemuliaan?
Apakah Rasulullah saw bermaksud hendak menghinakan mereka?
Sungguh amat disayangkan. Namun, inilah tingkat pengetahuan Umar terhadap Islam, dan begitu juga tingkat peradabannya.
Demikianlah, Bukhari dan Muslim senantiasa mencampurkan kebenaran dengan kebatilan, dan mengganti hadis-hadis yang mereka rasakan menjelekkan Abu Bakar dan Umar.
(Ahlulbaytku/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)